Friday, December 28, 2018

Pernikahan, hukum dan budaya

Pernikahan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah. Sedangkan perkawinan menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Tang Maha Esa. Peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini. Kekuasaan pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang: Perkawinan, Kewarisan wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hokum islam dan Wakaf serta sedekah. Secara khusus, pengaturan terkait pernikahan di Indonesia dimuat dalam sejumlah perundang-undangan antara lain UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan khusus beragama Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Namun setiap daerah memiliki hukum pernikahan yang berbeda-beda, tergantung pada kebudayaan, agama dan sejarah dari daerah tersebut. Contohnya beebrapa tempat ini yang menetapkan hukum pernikahan yang berbeda dari Indonesia. Di Carolina Selatan, Amerika Serikat contohnya, meski Anda tidak ada niat untuk menikah, memberikan cincin kepada kekasih pertanda bahwa Anda akan segera menikahinya. Jika Anda tidak segera menikahi pasangan Anda, Anda akan menghadapi masalah hukum yang serius di Carolina Selatan, Amerika Serikat. Masih di Amerika, di Wichita Kansas UU di kota ini mengatur bahwa siapa pun harus hormat dan menyayangi ibu mertuanya.

Bahkan jika Anda tidak menyukainya sekalipun, Anda harus tetap memasang wajah baik di depannya. Perilaku buruk yang dilakukan kepada ibu mertua Anda bahkan menjadi pemicu terbesar untuk perceraian di kota ini. Adanya perbedaan ini jelas menunjukan bahwa hukum sangat berkaitan erat dengan kebudayaan. Hukum sendiri merupakan produk kebudayaan, karena sejatinya produk hukum adalah produk ciptaan manusia. Dalam studi hukum dikenal struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Hukum diciptakan memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya sesuai dengan kebudayaan setempat. Artinya, kebudayaan membentuk hukum. Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat terlibat dalam hal pembentukan hukum. Di Indonesia dikenal adanya masyarakat Hukum Adat yang jumlahnya sangat banyak. Perkembangan kebudayaan dan hukum menciptakan suatu subjek hukum yang bernama Hukum Adat. Dalam Pendidikan Tinggi hukum, terdapat mata kuliah yang kaitannya dengan Hukum, Masyarakat, dan Kebudayaan: Hukum Adat, Antropologi Hukum, Hukum dan Masyarakat, dan Sosiologi Hukum. Mata kuliah-mata kuliah inilah adalah awal pengenalan mahasiswa hukum terhadap hubungan dari hukum dan kebudayaan. Kita mengenal konsepsi hukum sebagai bentuk dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang hadir dalam masyarakat. Peraturan-peraturan ini mengandung norma dan nilai di dalamnya. Hukum yang lahir dari kebudayaan merupakan suatu proses hukum yang lahir dengan cara bottom-up (dari bawah keatas), dari akar rumput masyarakat, dari kaidah-kaidah kepercayaan, spiritual, dan kaidah sosial yang ada di masyarakat menjadi suatu hukum yang berlaku. Hukum Adat juga demikian, ada karena budaya di masyarakat yang membangunnya. Bahwa Hukum Adat antara masyarakat Jawa, masyarakat Minang, masyarakat Bugis adalah berbeda. Ini adalah suatu konsep pluralisme hukum (legal pluralism) dimana hukum hadir dalam bentuk kemajemukan kebudayaan.








No comments:

Post a Comment